Kamis, 03 November 2011

DIETETIK

Laporan Praktikum Dietetik Penyakit Infeksi dan Defisiensi Zat Gizi
Studi Kasus

DIET PADA PERADANGAN SALURAN PENCERNAAN BAWAH
(Diare dan Steatorrhea)
Oleh :
Kelompok 1B
Dendy Rahmadiansyah I14080085
Elyzzabeth Mayorga Ambarita I14090003
Nabilah Nabiha Zulfa I14090006
Riska Indah Mulyani I14090009
Uthu Dwi Fitri I14090013
Karim Mustofa I14090018
Sutyawan I14090021
Sarah Yuneke Tofani I14090024
Yulita Farisa Harahap I14090027
Evi Astuti Widya Sari I14090119

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga terselesaikanlah pembuatan makalah untuk mata kuliah Dietetika Penyakit Infeksi dan Defisiensi Gizi ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami mempersiapkan makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Vera Uripi dan dr. Karina yang telah membimbing kami dalam pembuatan makalah ini.
Makalah kami yang berjudul Diet Pada Peradangan Saluran Pencernaan Bawah khususnya penyakit diare dan steatorrhea ini disusun untuk memberikan pengetahuan tentang diet yang seharusnya diberikan pada penderita peradangan saluran pencernaan bawah terhadap para pembacanya dan merupakan sebuah tulisan yang diharapkan dapat menarik perhatian pembacanya serta merupakan sebuah tulisan yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Kami sebagai penulis berusaha untuk memberikan penjelasan dan pemahaman yang benar tentang Diet Serat Rendah I pada pasien penyakit peradangan saluran pencernaan bawah, seperti diare dan yang aplikasinya banyak digunakan di rumah sakit untuk penyembuhan. Selain itu, dalam makalah ini juga disertakan lampiran yang berisi data dan tabel-tabel yang menggambarkan kebutuhan zat gizi pada pasien diare.
Demi kesempurnaan makalah ini, Kami selaku penulis makalah bersedia menerima kritik, teguran dan bimbingan ulang dari para dosen pembimbing dan pembaca atas kesederhaan makalah kami ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, 30 Oktober 2011
Penyusun,


Kelompok 1B

DAFTAR ISI
Kata Pengantar …………………………………………………..........……………......i
Daftar Isi …………………………………………………………….....……….........….ii
Pendahuluan ......................................................................................................1-2
Gambaran Umum Penyakit ................................................................................3-7
Pengkajian Kasus…………………………………………………………...................8
Kebutuhan Energi dan Zat Gizi …………………………….................………….9-10
Kebutuhan bahan makanan ……………………………………………..............11-13
Pengolahan dan Penyajian ……………………………………………….................14
Evaluasi Kandungan Energi dan Gizi …………………………………..............15-17
Kesimpulan ……………………………………………………………….....................x
Daftar Pustaka ……………………………………………………………..................xx
Lampiran …………………………………………………………………...............xxx


I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare sudah dikenal sejak zaman dahulu. Hipokrates “bapak Ilmu Kedokteran” menggambarkan diare sebagai pengeluaran tidak normal dari feses, baik frekuensi (meningkat) maupun tingkat kepadatannya (menurun) menjadi lebih lembek. Kadang-kadang hanya berupa cairan. Berdasarkan literatur, diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan normal yakni 100-200 ml sekali defekasi (Hendarwanto 1999).
Penderita Sindroma Malabsorbsi biasanya mengalami penurunan berat badan. Jika lemak tidak diserap sebagaimana mestinya, tinja akan berwarna terang, lembek, berbau busuk, dan jumlahnya sangat banyak, tinja semacam ini disebut steatorrhea. Tinja akan menempel di sisik loset atau akan mengapung dan sulit untuk disiram. Dalam kolesistitiskronis, pasien mungkin memiliki gejala berbahaya dan mungkin tidak mencari perawatan medis sampai akhir gejala seperti penyakit kuning, dan urin berwarna gelap hasil dari proses obstruktif. Steatorrhea (lemak tinja) terjadi karena penyerapan lemak berkurang karena kurangnya empedu. Empedu diperlukan untuk penyerapan lemak dan vitamin yang larut dalam lemak dalam usus. Seperti halnya proses peradangan, pasien mungkin memiliki suhu tinggi 37°-39°C (990-102°F) dan dehidrasi akibat demam dan muntah-muntah.
Pengobatan kedua penyakit ini dilakukan dengan menangani gejala dan menghilangkan penyebab (etiologinya). Penyembuhan penyakit juga harus didukung dengan pengaturan menu makan. Kedua tindakan, pengobatan dan pengaturan diet memegang peranan penting dalam penyembuhan penderita. Diet yang diberikan adalah Diet Sisa Rendah (DSR), yaitu makanan yang terdiri darib ahan yang mengandung serat dalam jumlah rendah dan hanya sedikit meninggalkan sisa. Makanan lain yang merangsang saluran cerna juga harus dibatasi. Tujuan pemberian Diet Sisa Rendah adalah memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi yang sedikit mungkin meninggalkan sisa sehingga membatasi volume feses dan tidak mengandung saluran cerna. Jenis yang diberikan tergantung berat ringannya penyakit. Pasien dalam keadaan akut diberikan DSR 1, sedangkan pasien kronik atau diberikan DSR 2. Dengan mempelajari diet ini diharapkan mampu mengidentifikasi masalah gizi yang terjadi berkaitan dengan dua penyakit tersebut. Selain itu, dapat ditentukan diet yang tepat berdasarkan tujuan dan syarat diet yang bersangkutan.
1.2 Tujuan Umum
Mempelajari perencanaan menu diet untuk penderita penyakit diare dan steatorrhea.
TujuanKhusus :
1) Mengidentifikasi gambaran klinik dan laboratorik penyakit diare dan steatorrhea, serta etiologi dan patofisiologisnya.
2) Mempelajari diagnose (majalah) gizi yang dihadapi penderita penyakit diare dan statorrhea, sehingga dapat ditentukan tujuan dan syarat dietnya.
3) Menghitung kebutuhan energy dan zat gizi penderita diare dan steatorrhea.
4) Mengidentifikasi dan menghitung kebutuhan bahan makanan dengan menggunakan Daftar Bahan Makanan Penukar, sehingga dapat disusun menu sehari.
5) Mengolah dan menyajikan menu untuk penderita diare dan steatorrhea
6) Mengevaluasi kontribusi energi dan zat gizi setiap waktu makan, serta tingkat kecukupannya terhadap kebutuhan sehari.

II. GAMBARAN UMUM PENYAKIT
2.1 Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah (Ciesla WP 2003).
Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan Parasit (Lung 2003). Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat (Depkes 2011)
2.2 Etiologi
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar, tetapi yang sering ditemukan di lapangam ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Untuk menganal penyebab diare yang digambarkan dalam bagan berikut :


2.3 Patofisiologi diare
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear.
Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit. Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.
Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik.
Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi. Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau diabetes melitus.
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses.
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus (Ciesla 2003, Depkes 2011,Soewondo 2002, Rani 2002).
2.4 Tanda dan Gejala Diare
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4 x atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai: Muntah, Badan lesu atau lemah, Panas, Tidak nafsu makan, Rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah. Diare seringkali disertai oleh dehidrasi (kekurangan cairan).
2.5 Pemeriksaan Laboratorium
Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari pemeriksaan feses adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu dianggap sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena netrofil akan berubah, sampel harus diperiksa sesegera mungkin. Sensitifitas lekosit feses terhadap inflamasi patogen (Salmonella, Shigella dan Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses bervariasi dari 45% - 95% tergantung dari jenis patogennya. Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin. Laktoferin adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil, keberadaannya dalam feses menunjukkan inflamasi kolon. Positip palsu dapat terjadi pada bayi yang minum ASI. Pada suatu studi, laktoferin feses, dideteksi dengan menggunakan uji agglutinasi lateks yang tersedia secara komersial, sensitifitas 83 – 93 % dan spesifisitas 61 – 100 % terhadap pasien dengan Salmonella,Campilobakter, atau Shigella spp, yang dideteksi dengan biakan kotoran. Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau menderita diare inflammasi berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau latoferin positip, atau keduanya. Pasien dengan diare berdarah yang nyata harus dilakukan kultur feses untuk EHEC O157 : H7 . Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan harus diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin, analisa gas darah dan pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul). Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyakit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
2.6 Pengobatan dan Perawatan
Diare akut pada orang dewasa selalu terjadinya singkat bila tanpa komplikasi, dan kadang-kadang sembuh sendiri meskipun tanpa pengobatan. Tidak jarang penderita mencari pengobatan sendiri atau mengobati sendiri dengan obat-obatan anti diare yang dijual bebas. Biasanya penderita baru mencari pertolongan medis bila diare akut sudah lebih dari 24 jam belum ada perbaikan dalam frekuensi buang air besar ataupun jumlah feses yang dikeluarkan.
Prinsip pengobatan adalah menghilangkan kausa diare dengan memberikan antimikroba yang sesuai dengan etiologi, terapi supportive atau fluid replacement dengan intake cairan yang cukup atau dengan Oral Rehidration Solution (ORS) yang dikenal sebagai oralit, dan tidak jarang pula diperlukan obat simtomatik untuk menyetop atau mengurangi frekuensi diare. Untuk mengetahui mikroorganisme penyebab diare akut dilakukan pemeriksaan feses rutin dan pada keadaan dimana feses rutin tidak menunjukkan adanya miroorganisme atau ova, maka diperlukan pemeriksaan kultur feses dengan medium tertentu sesuai dengan mikroorganisme yang dicurigai secara klinis dan pemeriksaan laboratorium rutin. Indikasi pemeriksaan kultur feses antara lain, diare berat, suhu tubuh > 38,5 C, adanya darah dan/atau lendir pada feses, ditemukan leukosit pada feses, laktoferin, dan diare persisten yang belum mendapat antibiotik.
Selama periode diare, dibutuhkan intake kalori yang cukup bagi penderita yang berguna untuk energi dan membantu pemulihan enterosit yang rusak. Obat-obatan yang bersifat antimotiliti tidak dianjurkan pada diare dengan sindroma disentri yang disertai demam. Beberapa golongan obat yang bersifat simtomatik pada diare akut dapat diberikan dengan pertimbangan klinis yang matang terhadap costeffective. Kontroversial seputar obat simtomatik tetap ada, meskipun uji klinis telah banyak dilakukan dengan hasil yang beragam pula, tergantung jenis diarenya dan terapi kombinasi yang diberikan. Pada prinsipnya, obat simtomatik bekerja dengan mengurangivolume feses dan frekwensi diare ataupun menyerap air. Beberapa obat seperti Loperamid, Difenoksilat, Kaolin, Pektin, Tannin albuminat, Aluminium silikat, Attapulgite, dan Diosmectite banyak beredar bahkan dijual bebas. Obat-obat Probiotik yang merupakan suplemen bakteri atau yeast banyak digunakan untuk mengatasi diare dengan menjaga atau menormalkan flora usus. Namun berbagai hasil uji klinis belum dapat merekomendasikan obat ini untuk diare akut secara umum. Probiotik meliputi Laktobasilus, Bifidobakterium, Streptokokus spp, yeast (Saccaromyces boulardi),dan lainnya.


III. PENGKAJIAN KASUS (ASSESMENT)
3.1 Identitas Pasien
Nama : Sadi
Umur : 65 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tinggi : 165 cm
Berat : 54 kg
Pekerjaan : PNS
3.2 Analisis Data
Subyektif
- Perut mulas saat akan defekasi
- Frekuensi defekasi tiga kali sehari
- Feses lebih encer


3.3 Diagnosa Gizi dan Resume Diet
Tanda dan Gejala Penyakit Laboratorium Masalah Gizi (Klinik) Tujuan Diet Jenis Diet
Frekuensi defekasi
diare Gangguan peristaltic Menghentikan diare Makanan mudah dicerna dan tidak merangsang saluran cerna
Steatorea Gangguan pencernaan lemak Menghentikan steatorea Makanan rendah lemak

Berdasarkan data tersebut penderita mengalami diare akut dengan steatorea. Diare akut meneyababkan frekuensi defekasi meningkat sehingga terjadi gangguan peristaltik. Tujuan dietnya adalah untuk megehentikan diare sehinggadiberikan diet makanan mudah dicerna dan tidak merangsang saluran cerna. Steatorea menyebabkan gangguan pencernaan lemak. Tujuan dietnya adalah untuk mengehntikan steatorea dengan memberikan makanan rendah lemak.diet yang diberikan untuk pasien ini adalah diet sisa rendah 1, yang membatasi asupan lemak dan serat.


IV. KEBUTUHAN ENERGI DAN ZAT GIZI
4.1. Kebutuhan Energi
Berdasakan perhitungan kebutuan gizi untuk pasien, maka diperoleh kecukupan energi dan zat gizi sehari yang harus dipenuhi. Kebutuhan energi dan zat gizi diperoleh berdasarkan perhitungan AMB dan FA. Contoh perhitungan kebutuhan energi, protein, lemak dan karbohidrat pada pasien dapat dilihat sebagai berikut.
Kebutuhan energi dihitung dari Angka Metabolisme Basal
Rumus AMB Laki-laki
AMB : 66 + (13,7 x 54) + (5 x 165) – (6,8 x 65)
: 66 + 739,8 + 825 + 442
: 1188,8 kkal/hari
FS (faktor Sakit) : 1.1
FA (faktor aktivitas) : 1.3
Kebutuhan Energi sehari : AMB x FS x FA
: 1082 kkal x 1.1 x 1.3 = 1700 kkal/hari
4.2. Kebutuhan Protein
Kebutuhan protein yang digunakan lebih tinggi dari normal karena pasien mengalami infeksi.
Kebutuhan energi : 1700 kkal/ hari
Kebutuhan protein : (1700 kkal/hari : 175) x 6,25 g = 60.7 g
4.3. Kebutuhan Lemak
Kebutuhan lemak 10-15 %
(10% x 1700 kkal)/9 : 18,8 g
(15% x 1700 kkal)/9 : 28,3 g
Kebutuhan lemak : 18,8-28,3 g
4.4.Kebutuhan Cairan
Dikarenakan pasien mengalami diare dan membutuhkan banyak cairan, maka sumber cairan berasal dari minuman yang diberikan dalam jumlah cukup. Namun, dikarenakan penderita tidak mengalami demam maka tidak ada perhitungan kebutuhan cairan khusus. Cairan pun dapat berasal dari sumber makanan dan minuman yang diberikan.
4.5 Kebutuhan Vitamin dan Mineral
Diperlukan asupan mineral dan vitamin tambahan, dikarenakan diare yang menyebabkan ganguan dalam penyerapan mineral dan vitamin. Diperlukan pula asupan tambahan vitamin larut lemak tambahan akibat steatorea.
4.6 Kebutuhan Serat
Serat yang dapat diberikan kepada pasien maksimal 4 gram dalam sehari agar tidak menimbulkan atau memperparah diare.


V. KEBUTUHAN BAHAN MAKANAN
5.1. Frekuensi Makan dan Pembagian Energi Setiap Acara Makan
Frekuensi makan yang diberikan kepada pasien yaitu 3 kali makanan lengkap dan 2 kali selingan (Almatsier 2010).
5.2. Kebutuhan Bahan Makanan Setiap Acara Makan
Setelah dilakukan perhitungan terhadap kebutuhan energi, protein, lemak, dan karbohidrat pasien dalam sehari, kemudian dibuat perencanaan menu sehari untuk pasien. Perencanaan menu untuk pasien yang mengalami peradangan saluran pencernaan bawah dengan diet rendah sisa 1 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Kebutuhan makanan berdasarkan satuan penukar
Waktu makan dan % energy ∑ E (Kal) Nama Hidangan Bahan Makanan ∑ SP Berat (g) E (Kal) P (g) L (g) KH (g) Serat (g)
Pagi (20%) 340 Mi Rebus Mi Kering 1 40 175 4 0 40 0,2
Semur Poach Egg dan Tahu Telur 1 55 75 7 5 0 0
Tahu 0,5 50 40 3 1,5 4 0,0555
Terigu 0,06 3 10,5 0,24 0 2,4 0,009
Teh Manis Gula 1 10 50 0 0 12 0
Total Konsumsi makan pagi 350,5 14,24 6,5 58,4 0,2645
Selingan Pagi (10%) 170 Skotel Makaroni Makaroni 0,3 15 52,5 1,2 0 12 0,015
Margarin 0,2 1 10 0 1 0 0
Telur 0,2 11 15 1,4 1 0 0
Keju 0,14 4,9 17,5 0,98 0,84 1,4 0
Susu 0,25 5 18,75 1,75 0 2,5 0
Teh Manis Gula 1 10 50 0 0 12 0
Total Konsumsi Selingan Pagi 163,75 5,33 2,84 27,9 0,015
Makan Siang 30% 510 Kentang Puree Kentang 0,75 150 262,5 6 - 60 0,7875
Susu skim 0,25 5 0,475 0,5 0,3 - 0
Margarin 0,4 2 1,9 0,2 0,12 - 0,06
Ungkep hati sapi dengan tahu Hati sapi 1,4 49 46,55 4,9 2,94 - 0
Tahu 0,5 50 40 3 1,5 4 0,0555
Margarin 0,1 0,5 0,475 0,05 0,03 - 0,015
Terigu 0,05 2,5 4,375 0,1 - 1 0,0075
Gula merah 0,5 5 2 0,5 - - 0
Teh manis Gula pasir 1 10 4 1 - - 0
Total Konsumsi Makan siang 360,39 16,25 4,89 65 0,8505
Selingan Sore 10% 170 Roti Bakar Roti 0,3 56 52,5 1,2 0 12 0,042
Vla Vanila Tepung Meizena 0,4 20 70 1,8 0 16 0
Kuning Telur 0,25 11,3 23,8 2,5 1,5 0 0
Gula 2 20 80 0 0 20 0
Meisyes 1 10 47,2 0,2 3 6,3 0
Total Konsumsi Selingan Sore 273 5,5 4,5 54,3 0,042
Makan Malam 30% 510 Bihun Rebus Bihun kering 1 50 180 2,35 0,05 41,05 0
Semur Burger Daging Cincang 1 35 72,45 6,58 4,9 0 0
Telur Telur 0.2 11 32,4 2,56 2,3 0,14 0
Semur Tahu Tahu 0.75 75 51 5,85 3,45 1,2 0,083
Gula Merah 0.2 2 71,2 0,08 0,1 18,12 0
Teh Manis Gula 1 10 40 0 0 10 0
Total Konsumsi Makan Malam 447,05 17,42 10,8 70,51 0,083
Total konsumsi Sehari 1595 58,74 29,53 276,11 1,255

Berdasarkan kasus, pasien mengalami peradangan saluran pencernaan bawah yaitu diare akut dan steatorhea sehingga kebutuhan energi harus ditingkatkan dari kebutuhan energi sehari karena adanya faktor stress. Menurut perhitungan, kebutuhan energi pasien sehari dengan toleransi 10 % berkisar antara 1530-1870 kkal. Berdasarkan tabel perencanaan menu di atas dapat diketahui bahwa total konsumsi energi pasien adalah 1595 kkal. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan energi pasien dalam sehari sudah mencukupi kebutuhan. kebutuhan zat gizi makro protein , lemak, dan karbohidrat dapat dikatakan cukup jika persentasenya lebih dari 80% kebutuhan sehari. Berdasarkan tabel konsumsi makan sehari berdasarkan satuan penukar, kebutuhan protein , lemak, dan karbohidrat juga telah mencukupi kisaran yang telah diperhitungkan sebelumnya yaitu berturut-turut 58,74 gram, 29,53 gram, dan 276,11 gram.
5.3. Kebutuhan Bahan Makanan Sehari
Adapun bahan makanan yang dibutuhkan dalam perencanaan menu untuk pasien yang mengalami peradangan saluran pencernaan bawah dalam sehari dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Kebutuhan bahan makanan sehari
Bahan Jumlah Jumlah Energi Protein Lemak karbohidrat
Makanan SP (g) (kkal) (g) (g) (g)
Mie Kering 1 40 175 4 0 40
Telur 1,2 66 90 8,4 6 0
Tahu 1,75 175 100 7,5 3,75 10
Terigu 0,11 5,5 14,9 0,34 0 3,4
Makaroni 0,3 15 52,5 1,2 0 12
Margarin 0,7 3,5 12,38 0,25 1,15 0
Keju 0,14 4,9 17,5 0,98 0,84 1,4
Susu 0,5 10 19,2 2,2 0,3 2,5
Kentang 0,75 150 262,5 6 - 60
Hati sapi 1,4 49 46,55 4,9 2,94 -
Gula Merah 0,7 7 73,2 0,58 0,1 18,12
Gula Pasir 6 60 240 - - 60
Roti 0,3 56 52,5 1,2 0 12
Tepung Meizena 0,4 20 70 1,8 0 16
Kuning Telur 0,25 11,3 23,8 2,5 1,5 0
Meisyes 1 10 47,2 0,2 3 6,3
Bihun 1 50 180 2,35 0,05 41,05
Daging 1 35 72,45 6,58 4,9 0
Jumlah Konsumsi sehari 1595 58,7 29,5 276,1







VI. PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN
Tabel 3. Cara Pengolahan dan Penyajian
Waktu Makan Nama Hidangan Bahan Utama Bahan Tambahan Metoda Pengolahan Alat Saji
Pagi Mie rebus Mie kering - Boiling Plato bersekat
Semur poach egg dan tahu Telur Roux Boiling Plato bersekat
Tahu
Teh manis Gula Air Seduh Gelas
Selingan Pagi Skotel Makaroni Makaroni Margarin Piring
Telur
Keju
Susu
Teh manis Gula Air Seduh Gelas
Makan Siang Kentang Puree Kentang Susu skim Boiling Plato bersekat
Margarin
Maggie blok
Ungkep hati sapi dan tahu Hati sapi Air Boiling Plato bersekat
Margarin
Terigu
Tahu Gula Merah
Maggie Blok
Teh manis Gula pasir Air Diseduh Gelas kaca
Selingan Sore Roti Bakar Roti Tepung Meizena Boiling -> Pan frying Piring salad
Vla Vanila Kuning Telur
Gula
Meisyes
Makan Malam Bihun Rebus Bihun kering Boiling Plato bersekat
Semur Burger Daging Cincang Gula Merah Boiling Plato bersekat
Telur Telur
Semur Tahu Tahu
Teh Manis Gula pasir Seduh gelas

VII. EVALUASI KANDUNGAN ENERGI DAN ZAT GIZI
Berdasarkan kasus yang terjadi pada pasien yang menderita penyakit diare dan steatorea seperti yang telah dijelaskan pada pengkajian kasus sebelumnya maka diberikan diet sisa rendah 1 kepada pasien dengan menghitung kebutuhan energi, protein, lemak dan karbohidrat dalam sehari. Nilai kebutuhan energi sehari adalah 1700 kkal, kebutuhan protein adalah 60,7 gram, kebutuhan lemak berkisar antara 18,9-28,3 gram dengan rata-rata 23,6 gram, total kebutuhan karbohidrat adalah 255-319 gram dengan rata-rata 287 gram serta total kebutuhan serat dalam sehari tidak boleh melebihi 4 gram seperti yang disyaratkan pada syarat diet sisa rendah 1. Setelah proses pengolahan makanan untuk diet sisa rendah 1, hasil pengolahan menunjukkan bahwa jumlah energi, protein, lemak, karbohidrat dan serat yaitu masing-masing sebanyak 1595 kkal, 58,74 gram, 29,53 gram, 276,11 gram dan 1,255. Tingkat kecukupan diet tersebut terhadap kebutuhan sehari-hari pada energi, protein, lemak dan karbohidrat masing-masing sebanyak 93,82%, 96,77%, 125,13%, dan 96,21% sedangkan serat yang terkandung dalam diet telah memenuhi persyaratan karena tidak lebih dari 4 gram.
Tabel 4 Evaluasi Kandungan Energi dan Zat Gizi
Waktu makan dan % energy ∑ E (Kal) Nama Hidangan Bahan Makanan Berat (g) E (Kal) P (g) L (g) KH (g) Serat (g)
Pagi (20%) 340 Mi Rebus Mi Kering 40 175 4 0 40 0,2
Semur Poach Egg dan Tahu Telur 55 75 7 5 0 0
Tahu 50 40 3 1,5 4 0,0555
Terigu 3 10,5 0,24 0 2,4 0,009
Teh Manis Gula 10 50 0 0 12 0
Total Konsumsi makan pagi 350,5 14,24 6,5 58,4 0,2645
Selingan Pagi (10%) 170 Skotel Makaroni Makaroni 15 52,5 1,2 0 12 0,015
Margarin 1 10 0 1 0 0
Telur 11 15 1,4 1 0 0
Keju 4,9 17,5 0,98 0,84 1,4 0
Susu 5 18,75 1,75 0 2,5 0
Teh Manis Gula 10 50 0 0 12 0
Total Konsumsi Selingan Pagi 163,75 5,33 2,84 27,9 0,015
Makan Siang 30% 510 Kentang Puree Kentang 150 262,5 6 - 60 0,7875
Susu skim 5 0,475 0,5 0,3 - 0
Margarin 2 1,9 0,2 0,12 - 0,06
Ungkep hati sapi dengan tahu Hati sapi 49 46,55 4,9 2,94 - 0
Tahu 50 40 3 1,5 4 0,0555
Margarin 0,5 0,475 0,05 0,03 - 0,015
Terigu 2,5 4,375 0,1 - 1 0,0075
Gula merah 5 2 0,5 - - 0
Teh manis Gula pasir 10 4 1 - - 0
Total Konsumsi Makan siang 360,39 16,25 4,89 65 0,8505
Selingan Sore 10% 170 Roti Bakar vla Vanila Roti 56 52,5 1,2 0 12 0,042
T. Meizena 20 70 1,8 0 16 0
Kuning Telur 11,3 23,8 2,5 1,5 0 0
Gula 20 80 0 0 20 0
Meisyes 10 47,2 0,2 3 6,3 0
Total Konsumsi Selingan Sore 273 5,5 4,5 54,3 0,042
Makan Malam 30% 510 Bihun Rebus Bihun kering 50 180 2,35 0,05 41,05 0
Semur Burger Daging Cincang 35 72,45 6,58 4,9 0 0
Telur Telur 11 32,4 2,56 2,3 0,14 0
Semur Tahu Tahu 75 51 5,85 3,45 1,2 0,083
Gula Merah 2 71,2 0,08 0,1 18,12 0
Teh Manis Gula 10 40 0 0 10 0
Total Konsumsi Makan Malam 447,05 17,42 10,8 70,51 0,083
Total konsumsi Sehari 1595 58,74 29,53 276,11 1,255

Kontribusi yang diberikan oleh energi dan protein dan karbohidrat dapat dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan asupan zat gizi makro yang dibutuhkan oleh pasien. Kecukupan ini dilihat dari persentase tingkat kebutuhannya yang melebihi 90%. Walaupun jumlah ini sudah dapat dikatakan mendekati sempurna, namun sebaiknya perlu sedikit tambahan energi agar tingkat kecukupannya lebih mendekati 100%. Selain itu, besar proporsi energi yang seharusnya 30% berasal dari asupan pada makan siang masih belum tercukupi, namun sudah tertutupi ketersediaannya pada selingan sore. Sebaiknya pembagian proporsi bahan makanan sumber energi lebih diperbanyak pada waktu makan siang hari. Asupan lemak yang terkandung dalam diet kali ini sangat berlebih. Kelebihan ini karena penggunaan lauk hewani, nabati serta minyak (margarin) yang mengandung lemak tinggi, sehingga perlu pengurangan sumber pangan berlemak. Sebaiknya sumber pangan berlemak dikurangi karena asupan lemak dibatasi dan diusahakan penggunaan MCT (Medium Chain Triglyserid). Asupan serat dalam diet ini sangat dibatasi karena serat dapat menimbulkan rangsangan saluran cerna. Pembatasan tersebut hingga maksimal 4 gram sehari. pada diet ini, asupan serat telah memenuhi syarat diet karena jauh dibawah 4 gram.=
KESIMPULAN
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Secara klinis penyebab diare primer yang sering ditemukan adalah diare yang disebabkan infeksi. Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak nafsu makan, rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah. Selain itu, pada pasien sering ditemui adanya lemak pada feses (steatorea). Diare seringkali disertai oleh dehidrasi (kekurangan cairan).
Berdasarkan diagnosa tersebut, pasien diharuskan mengkonsumsi makanan berdasarkan diet sisa rendah 1. Tujuan dari diet sisa rendah 1 pada penderita diare dan steatorea adalah memberi makanan sesuai kebutuhan gizi yang sedikit mungkin meninggalkan sisa sehingga dapat membatasi volume feses dan tidak merangsang saluran cerna, mengganti cairan dan elektrolit yang banyak terbuang lewat feses serta menyeimbangkan peningkatan proporsi kebutuhan energi dari protein dan karbohidrat dibandingkan lemak. Syarat pemberian diet yaitu makanan diberi dalam bentuk saring atau diblender, serat rendah dan sedang, tidak menggunakan bumbu tajam, membatasi penggunaan gula dan lemak, serta rendah energi dan sebagian besar zat gizi.
Nilai kebutuhan energi sehari adalah 1700 kkal, kebutuhan protein adalah 60,7 gram, kebutuhan lemak berkisar antara 18,9-28,3 gram dengan rata-rata 23,6 gram, total kebutuhan karbohidrat adalah 255-319 gram dengan rata-rata 287 gram serta total kebutuhan serat dalam sehari tidak boleh melebihi 4 gram seperti yang disyaratkan pada syarat diet sisa rendah 1. Setelah proses pengolahan makanan untuk diet sisa rendah 1, hasil pengolahan menunjukkan bahwa jumlah energi, protein, lemak, karbohidrat dan serat yaitu masing-masing sebanyak 1595 kkal, 58,74 gram, 29,53 gram, 276,11 gram dan 1,255. Tingkat kecukupan diet tersebut terhadap kebutuhan sehari-hari pada energi, protein, lemak dan karbohidrat masing-masing sebanyak 93,82%, 96,77%, 125,13%, dan 96,21%, sedangkan serat yang terkandung dalam diet telah memenuhi persyaratan karena tidak lebih dari 4 gram.


DAFTAR PUSTAKA
A.H. Markum, 1991, Buku Ajar KesehatanAnak, jilid I, Penerbit FKUI
Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL,
Henry NK, et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious
Disease. New York: Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.
Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell
JH, editors. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology.
2nd edition. New York: Lange Medical Books, 2003. 131 - 50.
Ngastiyah, 997, PerawatanAnakSakit, EGC, Jakarta
Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Mentri Kesehatan Republik
Indonesia. Available from : http://www.depkes.go.id/downloads/SK1216-
01.pdf
Price & Wilson 1995, Patofisologi-KonsepKlinis Proses-Proses Penyakit, Buku 1,
Ed.4, EGC, Jakarta
Jones ACC, Farthing MJG. Management of infectious diarrhoea 2004; 53:296-
305
Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi (Infectious
Diarrhoea). Dalam : Suharto, Hadi U, Nasronudin, editor. Seri Penyakit
Tropik Infeksi Perkembangan Terkini Dalam Pengelolaan. Beberapa
penyakit Tropik Infeksi. Surabaya : Airlangga University Press, 2002. 34
–40.
Rani HAA. Masalah Dalam Penatalaksanaan Diare Akut pada Orang
Dewasa. Dalam: Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current
Diagnosis and Treatment in Internal Medicine 2002. Jakarta: Pusat
Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FK UI, 2002. 49-56.
Soetjiningsih 1998, TumbuhKembangAnak, EGC, Jakarta
Soeparman&Waspadji, 1990, Ilmu Penyaki tDalam, Jilid I, Ed. Ke-3, BP FKUI,
Jakarta.
Suharyono, 1986, DiareAkut, lembaga Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta
Whaley & Wong, 1995, Nursing Care of Infants and Children, fifth edition,
Clarinda company, USA






LAMPIRAN